Diintimidasi, Mengadu Ke LBH |
Articles | Medan |
Written by Syafri Harahap on Friday, 20 May 2011 05:21 |
Warga menuding perluasan itu hanya bertujuan menyerobot lahan mereka seluas 1.103,78. Semula luas HGU PTPN 3 di Kebun Sei Silau hanya 5.360 hektar dan sudah berakhir. Namun, PTPN 3 mengusulkan perpanjangan dan perluasan HGU seluas 6.463,78 hektar. “Kami keberatan dengan perluasan itu, sebab lahan yang diwariskan nenek moyang kami sejak tahun 1941, mau diambil oleh PTPN 3 dengan modus perluasan lahan,” kata seorang pemilik lahan, Kasyono, kepada wartawan di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Rabu (18/5). Perluasan lahan itu terjadi, kata dia, setelah pengukuran lahan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara. Ironisnya, pengukuran dilakukan secara keliling sehingga lahan masyarakat juga terhitung di dalamnya. “Jika perpanjangan lahan HGU hanya seluas 5.360 hektar, sebagaimana semula, maka kami tidak akan keberatan. Menjadi persoalan lahan kami juga diturut sertakan oleh PTPN 3. Jelas, kami tidak terima, “ kata Kasyono. Bahkan, lanjut karyawan PTPN 3 Kebun Sei Silau itu, pihak PTPN juga melakukan intimidasi terhadap karyawan pemilik lahan yang masuk ke dalam pengusulan perluasan HGU tersebut. “Perusahaan juga melakukan intimidasi terhadap karyawan yang memiliki lahan,” tegasnya. Dijelaskannya, bentuk intimidasi tersebut berupa mutasi ke daerah kebun yang letaknya sangat jauh seperti di Bagan Batu dan lainnya. Padahal, katanya, mutasi tersebut tidak disertai dengan adanya peningkatan jabatan. “Ini kan sengaja. Mutasi hingga pemecatan akan diberikan oleh PTPN 3 jika tidak bersedia memberikan lahan terseut,” tegas Kasyono. Didampingi tujug rekannya sesama petani dan Ketua Yayasan Pembangunan Masyarakat Pancasila (YPMP) Medan Suryanto, Kasyono mengungkapkan dirinya sudah 14 bulan tidak terima gaji dari PTPN 3 dan surat pemecatan juga tidak diberikan oleh perusahaan itu hanya karena tidak setuju memberikan lahan. “Status saya di perusahaan sudah tidak jelas. PTPN memang bersedia mengganti lahan senilai Rp 4 juta per hektar. Inikan tidak masuk akal,” katanya. Dia mengatakan, permasalahan tersebut sudah diadukan melalui surat ke Pemkab Asahan, DPRD Asahan, Gubernur Sumut, DPRD Sumut, BPN Sumut. “Kami sudah mengadukan permasalahan ini ke berbagai pihak, namun hasilnya masih nihil,” ungkapnya. Bahkan, selain intimidasi, lanjutnya, tahun 2005 dan 2008, perusahaan telah melakukan kriminalisasi terhadap 13 orang pengurus kelompok Tani Karya Tani desa Sei Silau Barat. “13 orang itu dituduh menguasai lahan PTPN 3 tanpa izin dan dilaporkan ke Polres Asahan,” katanya. Padahal, katanya, lahan yang ditanami 13 orang petani tersebut merupakan lahan yang telah lama dikuasai oleh petani. “Pengadilan Negeri Kisaran menjatuhkan hukuman 9 bulan percobaan dan saat ini ke13 orang tersebut masih mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan saat ini masih keputusannya ditunggu,” ungkapnya. Direktur LBH Medan Nuryono mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan pendampingan awal terhadap korban. Dia menuding intimidasi yang dilakukan oleh PTPN 3 terhadap sejumlah karyawan merupakan pembuangan yang sangat sistematis. Sementara itu, Humas PTPN 3 Irawadi saat dikonfirmasi wartawan melalui telepon membantah pihaknya telah melakukan penyerobotan lahan masyarakat. “Tidak benar itu, masalah itu kan sudah sampai ke Pemkab dan DPRD Asahan,” katanya. Menurut Irawadi, lahan yang dikuasai warga selama ini merupakan milik PTPTN 3 yang sejak lama dikuasai oleh warga. “Lahan itu milik PTPN 3 yang telah lama dikuasai warga masyarakat. Jadi, kami mengajukan perpanjangan HGU sesuai dengan apa yang telah kami miliki sebelumnya,” tandasnya. |